Skip to content Skip to left sidebar Skip to right sidebar Skip to footer

News

SISWA-SISWI ALIRAN KEPERCAYAAN BISA BERLEGA HATI KARENA PUNYA GURU

Metro Times (Surabaya) – Peningkatan kompetensi penyuluh kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) tingkat terampil yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi di Hotel Grand Mercure Mirama, Surabaya, Senin (23/4).

Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud , Ir Drs Nono Adya Supriyatno MM. MT menyatakan, sesuai amanah UU No 13 Tahun 2013 tentang Pendidikan nasional dan PP 48 Tahun 2004 tentang pendidikan tidak boleh diskriminatif, hingga lahirnya Permendikbud No 27 tahun 2016, Kemendikbud kerjasama dengan Majelis Luhur Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI).

Kemendibud dan MLKI membangun sinergi kepercayaan terhadap Tuhan YME agar anak –anak penganut penghayat kepercayaan bisa seperti siswa yang menganut agama lainnya. “Ini salah satu upaya dari sekian banyak usaha untuk menyusun buku pedoman guru dan siswa penghayat kepercayaan,” ucapnya.

Penyuluh atau guru penghayat kepercayaan dituntut punya kompetensi sesuai UU Ketenagakerajaan dan harus memenuhi persyaratan tertentu dan akan diberikan sertifikat.

“Mereka itu bukan guru abal-abal. Penganut penghayat kepercayaan di Indonesia mencapai 12 juta-an di Indonesia. Sedangkan siswa yang menganut kepercayaan sekitar 50.000 anak,” kata Nono Adya Supriyatno.

Menurutnya, pihaknya akan berusaha mendapatkan data yang lebih valid lagi tentang total penganut penghayat kepercayaan di Indonesia. Namun demikian, pemerintah akan melakukan layanan sesuai track-nya.

“UNBK untuk kepercayaan terhadap Tuhan YME sudah kami lakukan. Kedepan, sesuai amanah UU jelas bahwa semua warga negara Indonesia dapat pelayanan yang sama , tidak ada perbedaan ras, suku dan agama,” ucapnya.

Begitu pula dengan penerimaan pegawai negeri tidak lagi terjadi diskriminatif. Kepercayaan pada Tuhan YME itu ajaran, sebelum agama Samawi masuk ke Indonesia. Ajaran kebaikan sebagai bagian untuk menjalani kehidupan.
Ajaran asli dari Indonesia.

Untuk menambah tenaga penyuluh atau guru kepercayaan terhadap Tuhan YME, pada tahun 2017 lalu, penyuluh di Solo sebanyak 44 org. Dan bimbingan teknis (bimtek) uji kompetensi di Medan 50 orang, bimtek ahli di Yogya sebnayak 150 org. “Total penyuluh sebanyak 129 orang dan penyuluh ahli 50 orang. Harapannya, 1 penyuluh bisa melayani 18 siswa ( 1 : 18),” ungkap Nono Adya Supriyatno .

Sementara itu, Kasubdit Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kemendikbud , Syamsul Hadi mengatakan, materi penyuluh kepercayaan terhadap Tuhan YME meliputi hubungan manusia dengan lingkungan, manusia dengan manusia, manusia dengan kemasyarakatan dan kebangsaan.

Selain itu, sejarah perkembangan kepercayaan Tuhan YME dan pesebarannya. Ditambah materi kebudayaan , martabat , seni karya dan kidung spiritual. Pusat kurikulum pendidikan dan kebudayaan pedagogi profesional dan sosial.

“Total yang mengikuti penyuluh kepercayaan terhadap Tuhan YME kali ini sebanyak 50 orang. Meliputi dari Jateng, Jatim, Sulbar, Sulut, Kalimantan dan lainnya. Narasumber adalah tokoh penghayat, akademisi dan lainnya,”. tukasnya.

Di tempat yang sama, Presidium Majelsi Luhru Kepercayaan Terehadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Andri Hernandi , mengungkapkan, peranan MKLI terhadap Permendikbud No 27 Tahun 2016 dalam pasal 2 ayat 3 itu, ada kontribusi dari MLKI. Kompetensi inti disusun MLKI terkait layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan YME.

Namun demikian, kata Andri, yang perlu dibangun adalah infrastruktur mulai pemetaan distribusi penghayat, peserta didik berapa banyak , inventarisasi data, pemetaan pendidik atau guru, dan dipetakan antara peserta didik dan gurunya.
Persoalanya, konsep guru aau penyuluh kepercayaan itu mengacu UU guru dan dosen. Oleh karenanya, hal itu harus ada pendidikannya. Sedangkan, guru pendidikan kepercayaan belum ada.

“Penyuluh dituntut punya kompetensi. Makanya, MLKI bekerjasama dengan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME menyusun standard kompetensi khusus kepercayaan sesuai standar Kemenaker,” tukasnya. .
Diharapkan, akan bisa dibuatkan buku ajar untuk guru dan sekarang lagi proses buku ajar untuk siswa.

Nilai -nilai universal dari berbagai aliran kepercayaan diakomodasikan dan disajikan dalam satu buku pedoman yang sama. Ada cita cita penyuluh masuk pendidikan formal. Aliran yang masuk kepercayaan adalah Sapto Darmo di Jatim, aliran kebatinan perjalana di Jabar, Budidaya , Kapribaden, Sumarah, Kaweruh dan lainnya. “Hampir ada 188 aliran atau organsiasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME,” katanya.(nald)

Dilansir dari: https://metrotimes.news
Penulis: Ronald Tomasow
April 24, 2018

Falsafah Wayang

WAYANG adalah hasil budaya spiritual Bangsa Indonesia, berasal dari pulau Jawa, yang pada asal-mulanya menggunakan bahasa Kawi Bujangga sebagai bahasa pengantarnya. Kemudian bahasa pengantar ini mengalami perubahan sesuai perkembangan bahasa daerah, seperti di Jawa Barat menggunakan bahasa Sunda, di Jawa Timur dan Jawa Tengah menggunakan bahasa Jawa.

ISTILAH – Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Wayang diartikan sebagai boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang.

UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).[1]

Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul jauh sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu-Jawa. Walaupun belum ada bukti tertulis yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu masuk ke Indoneisa. Namun, kegeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukkan wayang berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang.[2]

NILAI FILOSOFI, ETIKA DAN ESTETIKA

  1. Nilai yang terkandung dalam Pewayangan yakni “nilai budaya” merupakan konsep mengenai apa yang hidup dalam pikiran masyarakat Indonesia, mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup.
  2. Filosofi yang terkandung dalam wayang tak ada habisnya, dunia perwayangan kaya sekali dengan lambang atau pasemon (petuah), bahkan hampir seluruh eksistensi wayang itu sendiri adalah pasemon.
  3. Etika sebagai ilmu yang mengajarkan manusia “bagaimana seharusnya hidup”, atau Plato memandangnya sebagai ilmu yang mengajar manusia “bagaimana manusia bijaksana hidup”, Hal ini sesuai dengan konsep etika menurut wayang yakni mendidik manusia ke arah tingkah laku yang sempurna, yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
  4. Keindahan atau estetika merupakan bagian dari sebuah filsafat, sebuah ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. Batasan keindahan sulit dirumuskan. Karena keindahan itu abstrak, identik dengan kebenaran. Maka batas keindahan pada sesuatu yang indah, dan bukannya pada “keindahan sendiri”

Wayang termasuk karya seni dan budaya Indonesia yang adi luhung. Di samping bernilai filosofi yang dalam, wayang juga sebagai wahana atau alat pendidikan moral dan budi pekerti atau yang dikenal dengan etika. Dunia perwayangan memberi peluang bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan suatu pengkajian filosofi dan mistis sekaligus (lahir dan batin). Di sisi lain, cerita wayang merupakan suatu jenis cerita didaktik yang di dalamnya memuat ajaran budi pekerti yang menyiratkan tentang perihal moral. Bahkan bidang moral merupakan anasir utama dalam pesan-pesan yang disampaikan cerita wayang.[3]

FILSAFAT DAN WAYANG – keduanya tidak dapat dipisahkan. Berbicara tentang wayang berarti kita berfilsafat. Wayang adalah filsafat budaya Indonesia. Karena wayang mengambil ajaran-ajarannya dari sumber sistem-sistem kepercayaan, wayang pun menawarkan berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada sistem-sistem kepercayaan tersebut, yang dari padanya dapat kita tarik suatu benang merah filsafat wayang.[3]

JENIS-JENIS WAYANG MENURUT BAHAN PEMBUATAN

  1. Wayang Kulit: Wayang Purwa – Wayang Madya – Wayang Gedog – Wayang Dupara – Wayang Wahyu – Wayang Suluh – Wayang Kancil – Wayang Calonarang – Wayang Krucil – Wayang Ajen – Wayang Sasak – Wayang Sadat – Wayang Parwa – Wayang Arja – Wayang Gambuh – Wayang Cupak – Wayang Beber.
  2. Wayang Bambu: Wayang Golek Langkung
  3. Wayang Kayu: Wayang Golek – Wayang Papak – Wayang Klithik – Wayang Timplong – Wayang Potehi – Wayang Ajen.
  4. Wayang Orang: Wayang Gung – Wayang Topeng.
  5. Wayang Plastik: Wayang Motekar.
  6. Wayang Rumput: Wayang Suket.

Kehadiran wayang tidak dapat dipisahkan dalam komunikasi. Sebab, di samping isinya menggambarkan tentang bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku dalam rangka interaksi antar umat manusia, juga mengemban fungsi sebagai media komunikasi, yakni menjadi alat untuk menyampaikan pesan-pesan, utamanya yang berhubungan dengan bidang etik. Karena pesan-pesan etik senantiasa dikemukakan secara eksplisit, malah seringkali secara implisit tersirat dalam alur cerita, maka diperlukan penafsiran terhadap makna-makna simbolik yang tersirat. Untuk kepentingan komunikasi, dunia ideal itu dieksternalisasikan ke dalam dunia material, baik dalam bentuk perilaku verbal yang menghasilkan teks ataupun perilaku kinesik. Ditinjau dari idealisme, pergelaran wayang terkait dengan proses komunikasi, dimana pengetahuan dan kemauan yang berkenaan dengan etika dieksternalisasikan.[3]

Selain sebagai sebuah seni pertunjukan, Perwayangan juga memuat anasir pendidikan. Karena itu, dapat digunakan sebagai salah satu media dalam upaya untuk mengubah tingkah laku atau sikap seseorang dalam rangka mendewasakan manusia. Wayang juga merupakan momentum untuk menguatkan kepribadian dan kebudayaan bangsa yang terus bergerak, terkait pentingnya wayang dalam kehidupan budaya Indoneisa, Wayang harus tetap dilestarikan, diceritakan, diaplikasikan sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan masyarakatnya.

“Wayang tak pernah selesai ditulis. Wayang akan selalu ditafsir, ditulis ulang dan terus akan ditulis ulang. Sampai kelak, oleh kalian dan anak cucu kalian. Hanya IQ Melati yang menyangka bahwa Wayang telah silam.” – Sujiwo Tejo

Selengkapnya lihat di  [button text=”ENSIKLOPEDI WAYANG” link=”https://www.akp.or.id/ensiklopedi-wayang/” style=”inverse” size=”normal” target=”_self” display=”inline” icon=”no”]

 ———————————————————————————————————-
REFERENSI:
[1]
Wikipedia. (2004, Mei) Wikipedia Ensiklopedia Bebas. [Online]. https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Wayang&stable=1
[2]
Pandoe. (2016, Februari) Seni Budaya dan Kesenian. [Online]. http://pandoe.rumahseni2.net/sejarah-wayang-nusantara/
[3]
RM Yunani Prawiranegara, “Pemahaman Nilai Filosofi, Etika dan Estetika Dalam Wayang,” Makalah, Januari 2011.

Pawai Gelar Budaya dan Tradisi dalam HUT 143 Propinsi Banten

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang menyelenggarakan kegiatan Gelar Budaya Kepercayaan dan Tradisi. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 31 Maret sampai 03 April 2017 bersamaan dengan peringatan hari jadi Kabupaten Pandeglang ke-143. Dalam kegiatan ini juga melibatkan komunitas adat dan organisasi kepercayaan pada Pameran Budaya dan Pawai Budaya.

Persiapan kegiatan
Melakukan rapat persiapan kegiatan pawai budaya di DMD Propinsi Banten

Aliran Kebatinan Perjalanan mengisi Stand Pameran berukuran 5×5 meter untuk memamerkan produk budaya sebagai wahana informasi bagi masyarakat luas terkait dengan keragaman budaya khususnya di Organisasi Aliran Kebatinan Perjalanan.

Stand Pameran
Mengisi Stand Pameran Produk Budaya dari Aliran Kebatinan Perjalanan

Organisasi Aliran Kebatinan Perjalanan mengirimkan 5 orang untuk menjaga stand pameran yaitu Sunaryat (Ketua DMD Kab.Pandeglang), Ade, Ade Ghofur, Agus, dan Ayong.

Pawai Gelar Budaya
Pawai Gelar Budaya

Sementara itu juga, Organisasi Aliran Kebatinan Perjalanan mengirimkan 36 Orang untuk mengikuti Pawai Gelar Budaya, yaitu: Asep (Sekretaris DMD Kab. Pandeglang), Bukhori (Bendahara DMD Kab. Pandeglang), IG. Darya, Epi Sudirman, Saprudin, Guruh Soetopo, Thomas, Badat, Hendra, Catur Cahyono, Dana Maulana Kusuma, Dana Maulana Kusuma, Dana Maulana Kusuma, Aditia Septiawan, Agus Sukaryo, Ujang, Selamet, Cece Syamsudin, Yadi, Samsuri, Nurdin, Ma’mun, Maswardi, Nahrul, Saikah, Roni Sunarya, Ruslan Maulana, Endang Kelana, Endang, Masrudin, Sangsang, Abdul Rohman, Jasudin, Harmani, Ardiansyah, Andi Apendi, Selamet Riyadi, Purwanto.

Dialog Perempuan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME

Pada  hari Rabu s.d Jumat, tanggal 02 s.d 04 November 2016 bertempat Harris Hotel & Convention,   Jl. Bangka 8-18, Gubeng, Surabaya, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan  Tradisi,  Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menyelenggarakan “Dialog  Perempuan Penghayat Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa”.

Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 200 orang peserta yang berasal dari perempuan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari 12 Provinsi di Indonesia, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata  Provinsi Jawa Timur, Balai Pelestarian Nilai Budaya, dan Akademisi. Kegiatan ini juga dimeriahkan oleh pameran karya budaya hasil dari kerajinan organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Stand Pameran Aliran Kebatinan Perjalanan
Stand Pameran Aliran Kebatinan Perjalanan

Organisasi Aliran Kebatinan Perjalanan diberikan fasilitas stand pameran oleh Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi untuk memamerkan hasil-hasil produk yang dibuat oleh warga Aliran Kebatinan Perjalanan.

bu-dir-dan-walikota
Asisten Daerah I Kota Surabaya (kerudung biru) dan Direktur Kepercayaan dan Tradisi (kerudung oranye) sedang melihat produk warga Aliran Kebatinan Perjalanan

Asisten Daerah I Kota Surabaya dan Direktur Kepercayaan dan Tradisi sedang melihat produk-produk yang dibuat oleh warga Aliran Kebatinan Perjalanan berupa asesoris anting-anting dibuat oleh warga kab. Bandung, gantungan kunci oleh warga kota Bekasi,  dan bunga hias oleh warga kab. Kediri.

foto-di-stand-perjalanan
Peserta Dialog Perempuan dari Aliran Kebatinan Perjalanan

Peserta Dialog Perempuan yang menjadi perwakilan dari Organisasi Aliran Kebatinan Perjalanan yaitu dari kiri-kanan: Eka Puspita, Eswit Tanumiharja, Sekartaji Kalsasiwi, Nanik Pramuji, Bustanti Karyami.

foto-bersama-bu-dir
Peserta Dialog berfoto bersama Ibu Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME

Peserta Dialog Perempuan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menyempatkan diri untuk berfoto bersama Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Semoga Dialog Perempuan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini dapat mencerminkan Per-Empu-an yang mempunyai nilai luhur dari bangsa ini sebagai pengejewantahan Ibu Pertiwi. Rahayu…