Pasewakan
Pasewakan merupakan tempat/ruang para Penghayat Kepercayaan mengadakan pertemuan, serta digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan para Penghayat Kepercayaan seperti Kliwonan, acara Pangéling-éling, saresehan antar pengurus, warga dan prawarga Organisasi Penghayat Kepercayaan.
Pada Zaman kerajaan Majapahit, Pasewakan merupakan pertemuan tahunan para raja di bawah bendera Majapahit. Sedangkan dalam sebuah bangunan keraton Yogyakarta, Pasewakan diartikan sebagai bagian dari sebuah ruang bangunan yang disebut Bangsal Pengapit artinya tempat para senopati perang/manggalayudha mengadakan pertemuan, serta digunakan sebagai tempat menunggu perintah-perintah dari sultan.
Organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN” memiliki beberapa pasewakan diantaranya:
- Pasewakan Bina Budi Kinasihan. DKI Jakarta.
- Pasewakan Kerta Tataning Hirup Linuwih. Ciparay, Jawa Barat (Pusat).
- Pasewakan Hangudi Budi Utomo. Tulungagung, Jawa Timur.
- Pasewakan Sasana Bina Budi Pakarti. Klaten, Jawa Tengah.
- Pasewakan Runtut Raut Sauyunan. Kota Cimahi.
- Pasewakan Marganing Rahayu. Kabupaten Ponorogo.
- Pasewakan di Kabupaten Blitar.
- Pasewakan di Kabupaten Kediri (Dalam proses pembangunan).
- Pasewakan Budi Ciptaning Rasa. Kecamatan Jatiasih, Bekasi.
- Pasewakan Bina Bakti Medal Sampurna. Kecamatan Jatisampurna, Bekasi.
- Pasewakan Mustika Kartaning Rahayu. Kecamatan Mustikajaya, Bekasi.
- Pasewakan di Kecamatan Cimenyan (Dalam proses pembangunan).
- Pasewakan di Kecamatan Rancaekek.
- Pasewakan Wiru Sajatining Rasa. Kecamatan Gunung Halu.
- Pasewakan Wangun Sari Jati Mandiri. Kecamatan Parongpong.
- Pasewakan Gapuraning Rahayu. Kecamatan Nanjung.
- Pasewakan Mara Sabda. Kecamatan Ciwidey.
FILOSOFI BANGUNAN~ Bentuk bangunan pasewakan dipengaruhi oleh:
- Pendekatan Geometrik, dikuasai oleh kekuatan sendiri (manusia);
- Pendekatan Geofisik, tergantung pada kekuatan alam lingkungan.
Kedua pendekatan tersebut mempunyai perannya masing-masing, situasi dan kondisi yang menjadikan salah satunya lebih kuat sehingga menimbulkan bentuk dan nama yang berbeda tiap pasewakan yang ada jika salah satu perannya lebih kuat. Bangunan Pasewakan merupakan kesatuan dari nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan nilai tambah dari hasil karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan.
Dilihat dari bentuk atau tampak semua bangunan pasewakan yang ada di Organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN”, pasewakan termasuk dalam bangunan berbentuk joglo. Joglo merupakan gaya bangunan tradisional Jawa. Bentuk atapnya menyerupai gunungan, atap joglo seolah-olah patah menjadi tiga bagian yaitu: brunjung, penanggap dan panitih. Bangunan joglo dalam pemahaman Jawa merupakan cerminan sikap, wawasan serta tingkat ekonomi-sosio-kultular masyarakatnya.
Pada dasarnya joglo memiliki struktur utama pada bangunan adat jawa sering disebut sebagai “SOKO GURU”. Soko guru merupakan sebutan untuk tiang atau kolom yang berjumlah empat dan juga atap 4 belah sisi dengan sebuah bubungan di tengahnya. Soko guru berfungsi menahan beban diatasnya yaitu balok tumpang sari dan brunjung, molo, usuk, reng dan genteng. Soko guru berfungsi sebagai konstruksi pusat dari bangunan joglo. Itu dikarenakan letaknya di tengah–tengah bangunan tersebut.
Jenis-jenis bangunan joglo: Jompongan Pokok, Ceblokan, Kepuhan Limolasan, Lambangsari, Semar Tinandu, Kepuhan Lawakan, Kepuhan Awitan, Wantah Apitan, Sinom Apitan, Pengrawit Bangsal, Mangkurat Bangsal dan Hageng Pendopo.
Perbedaaan konsep dari bangunan joglo yang ada di pasewakan adalah tidak adanya pembagian ruang. Tidak seperti bangunan joglo biasanya yang memiliki pembagian ruang seperti: Teras, Pendopo, Pringgitan, Dalem Ageng, Krobongan, Gandhok, Pawon, Dapur dll. Hal tersebut dapat dilihat dari segi fungsi bangunan pasewakan, yang digunakan untuk pertemuan/mengadakan kegiatan. Jadi pada dasarnya, bangunan pasewakan memiliki ruang terbuka (sunda:lega) dengan denah persegi. Persepsi warga penghayat Aliran Kebatinan “PERJALANAN” melihat dari bentuk denah segi empat/persegi tersebut mempunyai banyak arti, masing-masing warga mengartikannya berbeda sesuai dengan yang mereka pelajari dan dari sudut pandang mana mereka melihat. Sebagai contoh denah persegi tersebut dapat diartikan Sedulur Papat Kalima Pancer, Mata Angin, Sederet empat, Unsur Hidup dll.
Nilai ketuhanan yang digambarkan dalam konsep manunggaling kawula Gusti, tercermin pada estetika struktur kolom dengan diagonal tengah sebagai pusat. Pola susunan usuk memusat juga mengarah ke atas, demikian pula struktur atap susun tiga yang menggambarkan dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Lebih dari itu, bangunan pasewakan ini masih perlu dikaji secara ilmiah karena banyaknya struktur, bentuk serta filosofi yang ada belum tergali secara menyeluruh. Untuk itu, kiranya sangat penting menumbuhkan kecerdasan rasa dengan menggali estetika sebagai sumber nilai dalam upaya mangasah mangising budi (mencerdaskan perasaan) agar tanggap ing sasmita (responsif terhadap lingkungan). Dalam literatur Jawa disebutkan bahwa kecerdasan rasa melampaui batas terhadap kepekaan ke lima indera manusia, sehingga ia termasuk indera ke enam. Dalam tataran ini telah sampai pada tataran yang cerdas rasa.
Pendidikan nilai budaya yang mengorientasi ke cerdas rasa sangat potensial untuk menumbuhkan jiwa individu, bukan saja memiliki kepekaan terhadap lingkungannya (fisik dan sosial budaya), tetapi juga kemampuan imajinasi, serta menumbuhkan etika sopan santun serta jiwa seimbang, bahkan mampu mengembangkan sikap dan perilaku inovasi keratif. Estetika lokal yang dicontohkan pada bangunan pasewakan berbentuk joglo, yang merupakan realitas kolektif itu sepantasnya disejajarkan kedudukannya untuk mencerdaskan pandangan hidup masyarakat, dalam menyeimbangkan kecerdasan nalar dan rasa.
Video Pasewakan Aliran Kebatinan “PERJALANAN”: